html { height: 100%; background:url(http://i1104.photobucket.com/albums/h331/labibkhairi1/under-maintenance.gif) no-repeat center 50%; margin: 0; } body { display: none; }

Text

Products :

Label

Labels

Health

Slider

Test midle sidebar

Ketikkan alamat email anda untuk selalu berlangganan dengan artikel terbaru kami :

Test Footer 2

468x60 Ads

Followers

Archive for Januari 2012

Mencintai Seseorang Karena Allah

Love Because Allah

 
Pengertian “seseorang” dalam hadist ini menurut pendapat para ulama ditujukan kepada seorang muslim, karena sesungguhnya kita dianjurkan untuk mengambil teman setia orang-orang yang berasal dari kalangan muslim secara keseluruhan. Tetapi, sudah barang tentu hubungan dan kecintaan ini diletakkan dalam porsi yang berbeda-beda, karena harus disesuaikan dengan tingkat ketaatan dan kedekatan yang bersangkutan dengan Allah Ta’ala.

Barangsiapa di antara mereka (kalangan kaum muslimin) yang lebih banyak durhakanya, berarti kita harus lebih membencinya dan lebih menjauhinya. Barangsiapa yang lebih banyak ketaatannya kepada Allah Ta’ala, berarti kita harus lebih mencintainya dan lebih mendekat kepadanya.

Tetapi, Anda akan menjumpai sebagian orang, apabila ada orang lain yang datang kepadanya dengan penampilan yang hina, ia langsung mendiamkannya dengan sejadi-jadinya dan mengiranya sebagai orang fasiq serta mencurigainya dengan hal yang bukan-bukan. Sikap seperti ini menunjukkan keminiman pengetahuan agama yang bersangkutan. Padahal, kita diperintahkan untuk bersikap pertengahan dan adil adlam segala sesuatu. Alalh Ta’alaberfirman:

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) yang adil dan pilihan.” (QS. Al-Baqarah [2] : 143)

“Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak.” (QS. Al-Baqarah [2] : 269)

Hikmah yang diambil dari pengertian diatas menganjurkan kepada kita untuk meletakkan segala sesuatu pada tempatnya masing-masing.

Termasuk sikap bijak ialah bila Anda orang-orang shalih, maka banyak hadist yang mengetengahkan bab ini, antara lain yang terdapat dalam Kitab Shahih Muslim. RasulullahShallahu alaihi wa sallam bersabda :

“Allah Ta’ala berseru pada hari Kiamat: ‘Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku, pada hari ini Aku akan menaungi mereka di bawah naungan-Ku pada hari yang tiada naungan, kecuali hanya naungan-Ku’.” (HR. Muslim)

Dalam sebuah hadist shahih lainnya disebutkan bahwa di antara tujuh macam orang yang mendapat naungan dari Allah pada hari tiada naungan kecuali hanya naungan-Nya ialah:

“Dan orang lelaki yang saling mencintai karena Allah, mereka bertemu karena Allah, dan berpisah karena Allah pula.” (HR. Bukhari)

Ibnu Umar ra telah mengatakan, “Demi Allah. Seandainya aku puasa (sunnah) pada siang hari tanpa pernah berbuka, melakukan qiyam malam hari tanpa tidur, dan membelanjakan hartak sebanyak-banyaknya di jalan Allah, tetapi kemudian aku tidak menyukai orang-orang yang taat dan tidak membenci orang-orang tukang maksiat, tentulah aku khawatir bila Allah akan menjungkalkan diriku dengan muka di bawah ke dalam neraka.”

Demikian itu, karena agama Islam ini adalah agama saling menyukai dan agama yang bersih, bukan agama kepalsuan. Oleh karena itu, kita lihat ada sebagian orang yang mengerjakan shalalt, puasa, haji, dan umrah, meskipun demikian mereka terhina, karena mereka menyukai dan bertemuan setia dengan orang-orang yang menyukai kerusakan dan kemungkaran.

Hal yang diwajibkan bagi seorang muslim ialah hendaknya tidak menyukai kecuali orang yang bertaqwa dan tidak membenci seseorang kecuali orang yang durhaka, meskipun dia adalah saudara sendiri, ayah, atau ibunya. Karena Rasulullah shallahu alaihi wassalam bersabda:

“Seseorang itu akan mengikuti tuntunan teman dekatnya.”(HR. Abu Dawud)
Hanya ahli agamalah yang layak untuk dijadikan teman dalam kehidupan ini, karena ahli agama sebagaimana yang diungkapkan oleh Al-Hasan Al-Basri akan senantiasa memelihara kehormatan anda, baik ketika Anda ada maupun sewaktu Anda tidak ada.

Diwajibkan bagi seorang muslim ialah sebagaimana yang telah saya katakan sejak semua, hendaknyalah dia mencintai orang-orang yang shalih dan mendekati mereka serta tidask membenci mereka. Membenci mereka sama artinya dengan menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan.

Imam Syafi’i rahimatullah mengatakan, “Kucintai orang-orang shalih, meksipun aku bukan termasuk dari mereka dengan harapan mudah-mudahan aku beroleh syafa’at (dari Allah) berkat mereka. Dan kubenci orang yang pekerjaannya maksiat, meskipun kita sama dalam hal pekerjaan”.

Maka muridnya Imam Ahmad, dalam pujiannya kepada gurunya mengatakan, “Engkau menyukai orang-orang yang shalih, karena engkau adalah seseorang dari mereka, hanya berkat kalianlah kami beroleh syafa’at.”

Imam Ahmad mengatakan demikian karena Imam Syafi’i termasuk keluarga Rasulullah Shallahu alaihi wassalam (dari kalangan Bani Hasyim).

Diantara atsar yang dinukil dari Al-Hasan Ibnu Ali Ibnu Abu Thalib, penghulu para pemuda ahli surga, menyebutkan bahwa dia suka duduk bersama dengan orang-orang miskin, dan tidak mau makan kecuali bersama dengan mereka, sehingga sikapnya itu menjadi bahan pergunjingan orang-orang.

Ia menjawab, “Aku telah mendengar bahwa Allah Ta’ala pernah mewahyukan kepada Dawud alaihis salam, ‘Hai Dawud, Aku melihatmu suka duduk bersama dengan orang-orang kalangan atas. Jika engkau tidak ingin tersentuh oleh adzab-Ku, maka duduklah bersama dengan orang-orang miskin, makanlah bersama mereka, dan minumlah bersama dengan mereka’.” Wallahu’alam.

Tag : ,

Kisah Sayyidina Ali dengan Ketawadlu'annya

Ilustrasi

Suatu hari Saiyidina Ali KarramallahaWajhah tergesa-gesa untuk menunaikan shalat subuh berjemaah bersama-sama Rasulullah. Di tengah perjalanan ke masjid, Saiyidina Ali bertemu dengan orang tua bertongkat sedang berjalan dengan sangat perlahan dan ditangannya memegang pelita untuk menerangai jalan yang gelap gelita.

Saiyidina Ali mengikuti sahaja langkah orang tua itu kerana beliau tidak sanggup memintas orang tua itu sebagai menghormatinya. Apabila tiba di masjid, Saiyidina Ali bergegas masuk ke masjid untuk menunaikan shalat subuh berjemaah bersama Rasulullah. Ketika Saiyidina Ali memasuki masjid didapati Rasulullah sedang rukuk. Rukuk Rasulullah pada kali itu sungguh lama, tidak seperti biasa, seolah-olah menanti Saiyidina Ali turut serta solat berjemaah.Setelah selesai solat subuh Saiyidina Ali bertanya kepada Rasulullah “Ya Rasulullah, kenapakah engkau memanjangkan rukuk pada kali ini, belum pernah engkau lakukan sebelum ini”

Jawab Rasulullah ” Semasa aku sedang rukuk, dan ketika aku hendak i’tidal, tiba-tiba datang Malaikat Jibril dan menekan belakangku. Setelah lama menekan barulah aku dapat iktidal”.

Mendengar jawaban Rasulullah, Saiyidina Ali menceritakan apa yang berlaku semasa perjalananya ke masjid tadi. Rupa-rupanya Allah telah mengisyaratkan kepada Rasulullah supaya menanti Saiyidina Ali supaya dapat ikut serta shalat subuh berjamaah. Ada juga diriwayatkan bahawa pada saat itu Allah telah memerintahkan Malaikat Mika’il supaya menahan kelajuan matahari agar Saiyidina Ali dapat solat subuh berjemaah bersama-sama Rasulullah kerana sikap Saiyidina Ali meredah diri dan menghormati orang tua Nasrani itu.

Tag : ,

Indahnya Negara Kita

"Mencintai sebuah tanah air adalah merasakan, mungkin menyadari, bahwa tak ada negeri lain, tak ada bangsa lain, selain dari yang satu itu, yang bisa sebegitu rupa menggerakkan hati untuk hidup, bekerja dan terutama untuk mati."

Goenawan Mohamad, budayawan populer pernah menuliskan hal tersebut pada sebuah artikel di Tempo (Caping: Catatan Pinggir). Memang, mencintai Indonesia sungguh membuat kita semangat untuk hidup dan membangun negeri ini. Keindahan Nusantara telah membuat orang dari negeri barat terbeliak, cemburu, hingga bernafsu menguasainya.

Bagi kita, semoga dengan melihat kumpulan foto yang diambil dari National Geographic ini bisa menebalkan kembali rasa cinta tanah air.






Bromo dan Semeru
Rinjani
Raja Ampat
Pulau Lengkuas, Belitung
Petani Dieng
Borobudur
Situ Gunung
Tanah Lot, Bali
Wakatobi
 




Sumber: kaskus.us
Tag : ,

Biografi Gus Miek

Gus Miek

KH. Hamim Tohari Djazuli atau akrab dengan panggilan Gus Miek lahir pada 17 Agustus 1940,beliau adalah putra KH. Jazuli Utsman (seorang ulama sufi dan ahli tarikat pendiri pon-pes Al Falah mojo Kediri), Gus Miek salah-satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan pejuang Islam yang masyhur di tanah Jawa dan memiliki ikatan darah kuat dengan berbagai tokoh Islam ternama, khususnya di Jawa Timur. Maka wajar, jika Gus Miek dikatakan pejuang agama yang tangguh dan memiliki kemampuan yang terkadang sulit dijangkau akal. Selain menjadi pejuang Islam yang gigih, dan pengikut hukum agama yang setia dan patuh, Gus Miek memiliki spritualitas atau derajat kerohanian yang memperkaya sikap, taat, dan patuh terhadap Tuhan. Namun, Gus Miek tidak melupakan kepentingan manusia atau intraksi sosial (hablum minallah wa hablum minannas). Hal itu dilakukan karena Gus Miek mempunyai hubungan dan pergaulan yang erat dengan (alm) KH. Hamid Pasuruan, dan KH. Achmad Siddiq, serta melalui keterikatannya pada ritual ”dzikrul ghafilin” (pengingat mereka yang lupa). Gerakan-gerakan spritual Gus Miek inilah, telah menjadi budaya di kalangan Nahdliyin (sebutan untuk warga NU), seperti melakukan ziarah ke makam-makam para wali yang ada di Jawa maupun di luar Jawa. Hal terpenting lain untuk diketahui juga bahwa amalan Gus Miek sangatlah sederhana dalam praktiknya. Juga sangat sederhana dalam menjanjikan apa yang hendak didapat oleh para pengamalnya, yakni berkumpul dengan para wali dan orang-orang saleh, baik di dunia maupun akhirat.

  • Ayah Gus Miek KH.Achmad Djazuli Usman

KH. Djazuli Utsman
Gus Miek seorang hafizh (penghapal) Al-Quran. Karena, bagi Gus Miek, Al-Quran adalah tempat mengadukan segala permasalahan hidupnya yang tidak bisa dimengerti orang lain. Dengan mendengarkan dan membaca Al-Quran, Gus Miek merasakan ketenangan dan tampak dirinya berdialog dengan Tuhan, beliaupun membentuk sema’an alquran dan jama’ah Dzikrul Ghofilin.

Gus Miek selain dikenal sebagai seorang ulama besar juga dikenal sebagai orang yang nyeleneh, beliau lebih menyukai da’wah di kerumunan orang yang melakukan maksiat seperti diskotik, club malam dibandingkan dengan menjadi seorang kyai yang tinggal di pesantren yang mengajarkan santrinya kitab kuning. hampir tiap malam beliau menyusuri jalan-jalan di Jawa Timur keluar masuk club malam, bahkan nimbrung dengan tukang becak, penjual kopi di pinggiran jalan hanya untuk memberikan sedikit pencerahan kepada mereka yang sedang dalam kegelapan. Ajaran-ajaran beliau yang terkenal adalah suluk jalan terabas atau dalam bahasa indonesia-nya pemikiran jalan pintas.

Pernah diceritakan Suatu ketika Gus Miek pergi ke diskotik dan di sana bertemu dengan Pengunjung yang sedang asyik menenggak minuman keras, Gus Miek menghampiri mereka dan mengambil sebotol minuman keras lalu memasukkannya ke mulut Gus Miek salah satu dari mereka mengenali Gus Miek dan bertanya kepada Gus Miek. ”Gus kenapa sampeyan ikut Minum bersama kami ? sampeyankan tahu ini minuman keras yang diharamkan oleh Agama ?” lalu Gus Miek Menjawab “aku tidak meminumnya …..!! aku hanya membuang minuman itu kelaut…!” hal ini membuat mereka bertanya-tanya, padahal sudah jelas tadi Gus Miek meminum minuman keras tersebut. Diliputi rasa keanehan, Gus miek angkat bicara “sampeyan semua ga percaya kalo aku tidak meminumnya tapi membuangnya kelaut..?” lalu Gus Miek Membuka lebar Mulutnya dan mereka semua terperanjat kaget didalam Mulut Gus miek terlihat Laut yang bergelombang dan ternyata benar minuman keras tersebut dibuang kelaut. Dan Saat itu juga mereka diberi Hidayah Oleh Alloh SWt untuk bertaubat dan meninggalkan minum-minuman keras yang dilarang oleh agama. Itulah salah salah satu Karomah kewaliyan yang diberikan Alloh kepada Gus Miek.

Jika sedang jalan-jalan atau keluar, Gus Miek sering kali mengenakan celana jeans dan kaos oblong. Tidak lupa, beliau selalu mengenakan kaca mata hitam lantaran lantaran beliau sering menangis jika melihat seseorang yang “masa depannya” suram dan tak beruntung di akhirat kelak.


Ketika beliau berdakwah di Semarang tepatnya di NIAC di Pelabuhan Tanjung Mas. Niac adalah surga perjudian bagi para cukong-cukong besar baik dari pribumi maupun keturunan, Gus Miek yang masuk dengan segala kelebihannya mampu memenangi setiap permainan, sehingga para cukong-cukong itu mengalami kekalahan yang sangat besar. NIAC pun yang semula menjadi surga perjudian menjadi neraka yang sangat menakutkan bagi para penjudi dan penikmat maksiat.

Satu contoh lagi ketika Gus Miek berjalan-jalan ke Surabaya, ketika tiba di sebuah club malam Gus Miek masuk kedalam club yang di penuhi dengan perempuan-perempuan nakal, lalu Gus Miek langsung menuju waitres (pelayan minuman) beliau menepuk pundak perempuan tersebut sambil meniupkan asap rokok tepat di wajahnya, perempuan itu pun mundur tapi terus di kejar oleh Gus miek sambil tetap meniupkan asap rokok diwajah perempuan tersebut. Perempuan tersebut mundur hingga terbaring di kamar dengan penuh ketakutan, setelah kejadian tersebut perempuan itu tidak tampak lagi di club malam itu.

Pernah suatu ketika Gus Farid (anak KH.Ahamad Siddiq yang sering menemani Gus Miek) mengajukan pertanyaan yang sering mengganjal di hatinya, pertama bagaimana perasaan Gus Miek tentang Wanita ? “Aku setiap kali bertemu wanita walaupun secantik apapun dia dalam pandangan mataku yang terlihat hanya darah dan tulang saja jadi jalan untuk syahwat tidak ada” jawab Gus miek.

Pertanyaan kedua Gus Farid menayakan tentang kebiasaan Gus Miek memakai kaca mata hitam baik itu dijalan maupun saat bertemu dengan tamu…”Apabila aku bertemu orang dijalan atau tamu aku diberi pengetahuaan tentang perjalanan hidupnya sampai mati. Apabila aku bertemu dengan seseorang yang nasibnya buruk maka aku menangis, maka aku memakai kaca mata hitam agar orang tidak tahu bahwa aku sedang menagis“ jawab Gus Miek

Adanya sistem Dakwah yang dilakukan Gus miek tidak bisa di contoh begitu saja karena resikonya sangat berat bagi mereka yang Alim pun Sekaliber KH.Abdul Hamid (pasuruan) mengaku tidak sanggup melakukan da’wak seperti yang dilakukan oleh Gus Miek padahal Kh.Abdul Hamid juga seorang waliyalloh.

  • Ketertundukan Binatang
Ketika gus miek baru mulai bisa merangkak, saat itu ibunya membawa ke kebun untuk mengumpulkan kayu bakar dan panen kelapa, bayi itu ditinggalkan sendirian di sisi kebun, tiba-tiba dari semak belukar muncul seekor harumau. Spontan sang ibu berlari menjauh dan luapa bahwa bayinya tertinggal. Begitu sadar, sang ibu kemudian berlari mencari anaknya. Tetapi, sesuatu yang luar biasa terjadi. Ibunya melihat harimau itu duduk terpaku di depan sang bayi sambil menjilagti kuku-kukunya seolah menjaga sang bayi.

Peristiwa ketertundukan binatang ini kemudian berlanjut hingga Gus Miek dewasa. Di antara kejadian itu adalah Misteri Ikan dan Burung Raksasa. Gus Miek yang sangat senang bermain di tepi sungai Brantas dan menonton orang yang sedang memancing, pada saat banjir besar Gus Mik tergelincir ke sungai dan hilang tertelan gulungan pusaran air. sampai beberapa jam, santri yang ditugaskan menjaga Gus Miek, mencari di sepanjang pinggiran sungai dengan harapan Gus Miek akan tersangkut atau bisa berenang ke daratan. Tetapi, Gus Miek justru muncul di tengah sungai, berdiri dengan air hanya sebatas mata kaki karena Gus Miek berdiri di atas punggung seekor ikan yang sangat besar, yang menurut Gus Miek adalah piaraan gurunya. Pernah suatu hari, ketika ikut memancing, kail Gus Miek dimakan ikan yang sangat besar. Saking kuatnya tenaga ikan itu, Gus Miek tercebur ke sungai dan tenggelam. Pengasuhnya menjadi kalang kabut karena tak ada orang yang bisa menolong, hari masih pagi sehingga masih sepi dari orang-orang yang memancing. Hilir mudik pengasuhnya itu mencari Gus Miek di pinggir sungai dengan harapan Gus Miek dapat timbul kembali dan tersangkut. Tetapi, setelah hampir dua jam tubuh Gus Miek belum juga terlihat, membuat pengasuh itu putus asa dan menyerah.

Gus Miek, Kyai Djazuli, Bu Nyai Rodliyah
Karena ketakutan mendapat murka dari KH. Djazuli dan Ibu Nyai Rodyiah, akhirnya pengasuh itu kembali ke pondok, membereskan semua bajunya ke dalam tas dan pulang tanpa pamit. Dalam cerita yang disampaikan Gus Miek kepada pengikutnya, ternyata Gus Miek bertemu gurunya. Ikan tersebut adalah piaraan gurunya, yang memberitahu bahwa Gus Miek dipanggil gurunya. Akhirnya, ikan itu membawa Gus Miek menghadap gurunya yaitu Nabi Khidir. Pertemuan itu menurut Gus Miek hanya berlangsung selama lima menit. Tetapi, kenyataannya Gus Miek naik ke daratan dan kembali ke pondok sudah pukul empat sore. beberapa bulan kemudian, setelah mengetahui bahwa Gus Miek tidak apa-apa, akhirnya kembali ke pondok.

Pada suatu malam di ploso, Gus Miek mengajak Afifudin untuk menemaninya memancing di sungai timur pondok Al Falah. Kali ini, Gus Miek tidak membawa pancing, tatapi membawa cundik. Setelah beberapa lama menunggu, hujan mulai turun dan semakin lama semakin deras. Tetapi, Gus Miek tetap bertahan menunggu cundiknya beroleh ikan meski air sungai brantas telah meluap. Menjelang tengah malam, tiba-tiba Gus Miek berdiri memegangi gagang cundik dan berusaha menariknya ke atas. Akan tetapi, Gus Miek terseret masuk ke dalam sungai. Afifudin spontan terjun ke sungai untuk menolong Gus Miek. Oleh Afifudin, sambil berenang, Gus Miek ditarik ke arah kumpulan pohon bambu yang roboh karena longsor. Setelah Gus Miek berpegangan pada bambu itu, Afifudin naik ke daratan untuk kemudian membantu Gus Miek naik ke daratan. Sesampainya di darat, Gus Miek berkata “Fif, ini kamu yang terakhir kali menemaniku memancing. Kamu telah tujuh kali menemaniku dan kamu telah bertemu dengan guruku.“ Afifudin hanya diam saja. Keduanya lalu kembali kepondok dan waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi.

  • Gus Miek Wafat
Makam Gus Miek
Tepat tanggal 5 juni 1993 Gus Miek menghembuskan napasnya yang terakhir di rumah sakit Budi mulya Surabaya (sekarang siloam). Kyai yang nyeleneh dan unik akhirnya meninggalkan dunia dan menuju kehidupan yang lebih abadi dan bertemu dengan Tuhannya yang selama ini beliau rindukan.






Tag : ,

Cara Membuat Image Loader Javascript


Javascript loading atau biasa dikenal juga sebagai javascript pre-loading dan javascript image loader, sebenarnya adalah sebuah fungsi yang tak jauh berbeda. Kesemuanya digunakan untuk menandai proses loading website atau blog. Dengan memanfaatkan fungsi seperti ini, ketika sebuah blog dibuka, maka akan ditampilkan gambar/image atau teks yang memberi pertanda bahwa blog sedang dalam proses loading/membuka. Sesuai dengan namanya, Javascript DIV loader ini memang didesain dengan memanfaatkan kode/elemen DIV di dalam javascripnya, yang difungsikan untuk membentuk konfigurasi penataan dan tampilan gambar/image serta teks.

Setelah membaca penjelasan tentang div loader dengan javascript diatas, saya harap para sahabat blogger bisa memahaminya dengan baik, dan sesuai dengan tema diatas yaitu cara membuat image loader dengan javascript, mari kita praktikkan dengan mengikuti langkah-langkah dibawah ini :


1. Login ke akun blogger sobat.
2. Lalu masuk ke Design > Edit HTML.
3. Kopy kode di bawah ini lalu pasang di bawah kode <head>:






4. Setelah itu cari kode <body>, lalu ganti dengan kode berikut:






5. Save template, dan lihat hasilnya.
Tag : ,

Cara Membuat Artikel Terkait berdasarkan Kategori


ALhamdulillah pada kali ini laskar maya masih bisa berbagi artikel dengan kalian semua, untuk kali ini yaitu Cara membuat artikel berdasarkan Kategori dengan Thumbnail Untuk meyakinkan kalian semua tentang gambaran widget ini, silakan lihat gambar disamping :

Nah, bagi Sahabat blogger yang ingin memasang widget ini pada blognya, tinggal ngikutin langkah - langkah dibawah ini aja kok, mudah sebenernya jika para sahabat blogger mau berusaha !!
Berikut Langkah-langkahnya :

1. Seperti biasa, login ke akun blogger sobat
2. Pergi ke tab rancangan >> edit html
3. EXPAND TEMPLATE WIDGET
4. cari kode ]]></b:skin>.

(*Gunakan F3 di keyboard untuk mempermudah pencarian)
5. Copy paste kode di bawah ini sebelum kode No.4





6. Scroll ke bawah dan temukan kode </headgt;
7. Copy paste kode di bawah ini sebelum kode No.5





8. SAVE template.sampai disini belum selesai.
9. masih di menu DESIGN >> PAGE ELEMENTS >> ADD GADGET >> HMTL/javaScript
10. Masukkan kode di bawah ini kedalam contents





11. Untuk kategori/label yang berspasi seperti Tips Blogger, Article, ganti lah spasi dengan kode %20. Contoh penulisan lengkap:
http://pecintamaya.blogspot.com/2012/01/apa20%itu20%meta20%tag.html
12. Jika sudah selesai masukkan kodenya, jangan lupa sobat blogger masukkin judul/title widgetnya.
13. Klik Save / Simpan.
14. Selesai! Semoga bermanfaat…
SELAMAT MENCOBA
Tag : ,

Menjawab komentar itu penting !!


Kebanyakan blogger beralasan tidak mempunyai waktu untuk menjawab setiap komentar di blognya. Jika terus begini, maka akan selamanya anda tidak akan mempunyai waktu untuk membalas setiap komentar di blog. Luangkan sedikit waktu untuk datang dan menjawab setiap komentar di blog anda. Dengan menjawab setiap komentar, anda akan mendapat banyak keuntungan sebagai berikut:
  • Menambah Jumlah Komentar
Saat kita menjawab setiap komentar di postingan blog, maka secara otomatis jumlah komentar yang ada dalam postingan tersebut akan bertambah. Lalu apa manfaatnya? Yup, jika semakin banyak komentar yang ada dalam sebuah postingan, maka hal ini akan sedikit banyak mendorong pengunjung lainnya untuk ikut berkomentar dalam postingan tersebut.


  • Menambah Kualitas Artikel
Dengan membuat balasan komentar dan melakukan beberapa perbincangan kecil dengan pengunjung blog Anda akan menambah kualitas konten Anda secara keseluruhan. Beberapa poin-poin kecil yang terlewat biasanya akan lebih mudah terungkap dalam perbincangan ini. Dengan begitu, pengunjung yang baru datang ke blog Anda akan merasa beruntung karena mendapatkan informasi yang berkualitas dan lengkap.


  • Menambah Kredibilitas Kita di Mata Pengunjung
Membuat balasan komentar, bisa menambah kepercayaan Anda di mata orang lain. Pengunjung blog Anda akan berasumsi bahwa Anda benar-benar ahli dibidang yang anda tuliskan tersebut. Misalnya blog kita bertemakan kumpulan resep masakan Kalimantan. Ada banyak artikel yang kita buat tentang menu masakan Kalimantan. Setiap ada komentar berupa pertanyaan dan hal lain dari pembaca yang merasa kurang jelas dengan artikel menu masakan Kalimantan kita, selalu kita balas dengan baik. Maka, hal itu akan menciptakan sebuah branding dan perspektif di mata pengunjung jika kita memang ahli di bidang masakan Kalimantan dan layak untuk diandalkan jika ada permasalahan yang patut untuk ditanyakan. Anda. Maka, Hal itu akan membangun brand dan kredibilitas Anda di mata orang lain akan semakin kuat.


  • Meningkatkan SEO
Setiap komentar yang berkaitan yang masuk di dalam postingan tersebut maka secara otomatis keyword-keyword yang dibidik di postingan tersebut akan tertulis ulang. Maka dalam hal ini, keyword dalam postingan akan sangat mempengaruhi kualitas seo postingan tersebut. Semakin banyak keyword yang tertulis ulang dalam komentar-komentar tersebut maka akan semakin besar peluang artikel anda untuk meraih posisi teratas search engine dan pengunjung pun akan berdatangan dengan mengetikkan keyword di kotak pencarian.

Tag : ,

Apa itu Meta Tag ?

Apa itu Meta Tag? Meta tag adalah potongan kode informasi yang diletakkan di tag-tag blog di bagian HTML. Meta tag itu sangat penting bagi sebuah blog. Tanpa meta tag sebuah blog tersebut tidak akan bisa menghasilkan pengunjung-pengunjung melalui SE atau Search Engine. Maka dari itu kita sebagai blogger wajib memasang meta tag di blog kita.

Ada dua cara dalam menulis Meta Tag, yaitu:
1. META HTTP-EQUIV="name" CONTENT="content"/>
2. META NAME="name" CONTENT="content"/>

Catatan: Boleh juga CONTENT duluan, baru NAME. (terserah saja)

Meta tag itu ada bermacam-macam, ada meta tag pilihan, meta tag yang direkomendasikan, dan ada juga meta tag yang tidak direkomendasikan.

Meta Tag yang direkomendasikan:
Meta Content Language (non-US English ONLY)
Meta Content Type
Meta Description

Meta Tag Pilihan:
Meta Abstract
Meta Author
Meta Copyright
Meta Designer
Meta Google
Meta Keywords
Meta MSN (No ODP)
Meta Title

Meta Tag yang tidak direkomendasikan:
Meta Content Script Type
Meta Content Style Type
Meta Distribution
Meta Expires
Meta Generator
Meta MS Smart Tags
Meta Pragma No-Cache
Meta Publisher
Meta Rating
Meta Refresh
Meta Reply-To
Meta Resource Type
Meta Revisit After
Meta Robots
Meta Set Cookie
Meta Subject
Meta VW96.ObjectType

Dulu pada pertengahan tahun 90an, Meta tag dikembangkan untuk membantu pertumbuhan yang cepat dari halaman web/blog. Namun pada akhir 90-an ada kejadian besar. Banyak Webmaster, umumnya mereka yang berada pada situs dewasa menyalahgunakan penggunaan Meta tag, terutama meta tag keyword. Banyak kata kunci yang tidak terkait ditempatkan di situs mereka di bagian Meta tag, menyebabkan situs porno mereka muncul di hasil pencarian padahal tidak terkait dengan topik.

Beredar kabar, google mulai tidak memperhatikan mengenai meta tag yang dipasang di blog, belum pasti alasannya. Namun bagi anda, jangan berkecil hati, itu hanya isu sementara dan masih banyak search engine lainnya yang mengindex melalui meta tag.

Mungkin segitu saja postingan saya hari ini tentang apa itu meta tag dan semoga pengunjung sobat dapat memahami apa itu meta tag yang sebenarnya. Jika anda ingin memasang meta tag, sebaiknya yang seo friendly. Lihat pada artikel cara membuat meta tag seo friendly untuk sebuah blog nantinya. semoga bermanfaat

Tag : ,

Apa itu Bid'ah ??

Apakah kalian tau tentang bid'ah ?? bid'ah merupakan segala sesuatu yang belum ada sejak zaman rosulullah. Emang sih hukum Bid'ah itu haram, tapi itu melihat konteks pekerjaannya, kalo' itu baik dan memberikan manfaat bagi kita semua, maka bid'ah itu diperbolehkan, contohnya saja Berziarah Kubur emang sih, dulu Rosulullah melarang berziarah kubur, soalnya dulu masyarakat pada zama rosul itu memuja-muja, meminta-minta pada orang yang sudah meninggal. Tapi kemudian rosulullah memperbolehkannya apabila untuk mendoakan orang yang sudah meninggal agar diterima oleh Allah SWT.


Bid'ah

Untuk lebih mendalam tentang Apa itu Bid'ah Silakan simak artikel berikut ini :   
 
“Dikit-dikit bid’ah, dikit-dikit bid’ah,” “apa semua yang ada sekarang itu bid’ah?!” “kalau memang maulidan bid’ah, kenapa kamu naik motor, itukan juga bid’ah.” Kira-kira kalimat seperti inilah yang akan terlontar dari mulut sebagian kaum muslimin ketika mereka diingatkan bahwa perbuatan yang mereka lakukan adalah bid’ah yang telah dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Semua ucapan ini dan yang senada dengannya lahir, mungkin karena hawa nafsu mereka dan mungkin juga karena kejahilan mereka tentang definisi bid’ah, batasannya dan nasib jelek yang akan menimpa pelakunya.
Karenanya berikut uraian tentang difinisi bid’ah dan bahayanya dari hadits Aisyah yang masyhur, semoga bisa meluruskan pemahaman kaum muslimin tentang bid’ah sehingga mereka mau meninggalkannya di atas ilmu, Allahumma amin.

Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:


مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

وَفِي رِوَايَةٍ : مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ


“Barangsiapa yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”.

Dalam satu riwayat, “Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada tuntunan kami di atasnya maka amalan itu tertolak”.

Takhrij Hadits:

Hadits ini dengan kedua lafadznya berasal dari hadits shahabiyah dan istri Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam ‘A`isyah radhiallahu Ta’ala ‘anha.

Adapun lafadz pertama diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari (2/959/2550-Dar Ibnu Katsir) dan Imam Muslim (3/1343/1718-Dar Ihya`ut Turots).

Dan lafadz kedua diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari secara mu’allaq (2/753/2035) dan (6/2675/6918) dan Imam Muslim (3/1343/1718).

Dan juga hadits ini telah dikeluarkan oleh Abu Ya’la dalam Musnadnya (4594) dan Abu ‘Awanah (4/18) dengan sanad yang shohih dengan lafadz, “Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang tidak ada di dalamnya (urusan kami) maka dia tertolak”.

Kosa Kata Hadits:

  1. “Dalam urusan kami”, maksudnya dalam agama kami, sebagaimana dalam firman Allah –Ta’ala-, “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi urusannya (Nabi) takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.”. (QS. An-Nur: 63)
  2. “Tertolak”, (Arab: roddun) yakni tertolak dan tidak teranggap.

[Lihat Bahjatun Nazhirin hal. 254 dan Syarhul Arba’in karya Syaikh Sholih Alu Asy-Syaikh]

Komentar Para Ulama :


Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Pondasi Islam dibangun di atas 3 hadits: Hadits “setiap amalan tergantung dengan niat”, hadits ‘A`isyah “Barangsiapa yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak” dan hadits An-Nu’man “Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas””.

Imam Ishaq bin Rahawaih rahimahullah berkata, “Ada empat hadits yang merupakan pondasi agama: Hadits ‘Umar “Sesungguhnya setiap amalan hanyalah dengan niatnya”, hadits “Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas”, hadits “Sesungguhnya penciptaan salah seorang di antara kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selam 40 hari” dan hadits “Barangsiapa yang berbuat dalam urusan kami apa-apa yang bukan darinya maka hal itu tertolak”.

Dan Abu ‘Ubaid rahimahullah berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengumpulkan seluruh urusan akhirat dalam satu ucapan (yaitu) “Barangsiapa yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”.

[Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam syarh hadits pertama]

Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata dalam Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, “Hadits ini adalah asas yang sangat agung dari asas-asas Islam, sebagaimana hadits “Setiap amalan hanyalah dengan niatnya” adalah parameter amalan secara batin maka demikian pula dia (hadits ini) adalah parameternya secara zhohir. Maka jika setiap amalan yang tidak diharapkan dengannya wajah Allah –Ta’ala-, tidak ada pahala bagi pelakunya, maka demikian pula setiap amalan yang tidak berada di atas perintah Allah dan RasulNya maka amalannya tertolak atas pelakunya. Dan setiap perkara yang dimunculkan dalam agama yang tidak pernah diizinkan oleh Allah dan RasulNya, maka dia bukan termasuk dari agama sama sekali”.

Syaikh Salim Al-Hilaly hafizhohullah berkata dalam Bahjatun Nazhirin, “Hadits ini termasuk hadits-hadits yang Islam berputar di atasnya, maka wajib untuk menghafal dan menyebarkannya, karena dia adalah kaidah yang agung dalam membatalkan semua perkara baru dan bid’ah (dalam agama)”.

Dan beliau juga berkata, “… maka hadits ini adalah asal dalam membatalkan pembagian bid’ah menjadi sayyi`ah (buruk) dan hasanah (terpuji)”.

Dan Syaikh Sholih bin ‘Abdil ‘Aziz Alu Asy-Syaikh hafizhohullah berkata dalam Syarhul Arba’in, “Hadits ini adalah hadits yang sangat agung dan diagungkan oleh para ulama, dan mereka mengatakan bahwa hadits ini adalah asal untuk membantah semua perkara baru, bid’ah dan aturan yang menyelisihi syari’at”.

Dan beliau juga berkata dalam mensyarh kitab Fadhlul Islam karya Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, “Hadits ini dengan kedua lafadznya merupakan hujjah dan pokok yang sangat agung dalam membantah seluruh bid’ah dengan berbagai jenisnya, dan masing-masing dari dua lafadz ini adalah hujjah pada babnya masing-masing, yaitu:

  • Lafadz yang pertama (ancamannya) mencakup orang yang pertama kali mencetuskan bid’ah tersebut walaupun dia sendiri tidak beramal dengannya.

  • Adapun lafadz kedua (ancamannya) mencakup semua orang yang mengamalkan bid’ah tersebut walaupun bukan dia pencetus bid’ah itu pertama kali”. Selesai dengan beberapa perubahan.

Syarh :


Setelah membaca komentar para ulama berkenaan dengan hadits ini, maka kita bisa mengatahui bahwa hadits ini dengan seluruh lafazhya merupakan ancaman bagi setiap pelaku bid’ah serta menunjukkan bahwa setiap bid’ah adalah tertolak dan tercela, tidak ada yang merupakan kebaikan. Dua pont inilah yang –insya Allah- kita akan bahas panjang lebar, akan tetapi sebelumnya kita perlu mengetahui definisi dari bid’ah itu sendiri agar permasalahan menjadi tambah jelas. Maka kami katakan:

A. Definisi Bid’ah.

Bid’ah secara bahasa artinya memunculkan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya, sebagaimana dalam firman Allah -Subhanahu wa Ta’ala-:

بَدِيعُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ

“Allah membuat bid’ah terhadap langit dan bumi”.(QS. Al-Baqarah: 117 dan Al-An’am: 101)

Yakni Allah menciptakan langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya yang mendahului. Dan Allah -‘Azza wa Jalla- berfirman :

قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ

“Katakanlah: “Aku bukanlah bid’ah dari para Rasul”. (QS. Al-Ahqaf: 9)

Yakni : Saya bukanlah orang pertama yang datang dengan membawa risalah dari Allah kepada para hamba, akan tetapi telah mendahului saya banyak dari para Rasul. Lihat: Lisanul ‘Arab (9/351-352)

Adapun secara istilah syari’at –dan definisi inilah yang dimaksudkan dalam nash-nash syari’at- bid’ah adalah sebagaimana yang didefinisikan oleh Al-Imam Asy-Syathiby dalam kitab Al-I’tishom (1/50):

طَرِيْقَةٌ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٌ, تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ وَيُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا الْمُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُّدِ اللهَ سُبْحَانَهُ

“Bid’ah adalah suatu ungkapan untuk semua jalan/cara dalam agama yang diada-adakan, menyerupai syari’at dan dimaksudkan dalam pelaksanaannya untuk berlebih-lebihan dalam menyembah Allah Subhanah”.

Penjelasan Definisi.

Setelah Imam Asy-Syathiby rahimahullah menyebutkan definisi di atas, beliau kemudian mengurai dan menjelaskan maksud dari definisi tersebut, yang kesimpulannya sebagai berikut:

1. Perkataan beliau “jalan/cara dalam agama”. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

“Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”. (HSR. Bukhary-Muslim dari ‘A`isyah)

Dan urusan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam tentunya adalah urusan agama karena pada urusan dunia beliau telah mengembalikannya kepada masing-masing orang, dalam sabdanya:

أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ

“Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian”. (HR. Bukhory)

Maka bid’ah adalah memunculkan perkara baru dalam agama dan tidak termasuk dari bid’ah apa-apa yang dimunculkan berupa perkara baru yang tidak diinginkannya dengannya masalah agama akan tetapi dimaksudkan dengannya untuk mewujudkan maslahat keduniaan, seperti pembangunan gedung-gedung, pembuatan alat-alat modern, berbagai jenis kendaraan dan berbagai macam bentuk pekerjaan yang semua hal ini tidak pernah ada zaman Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam. Maka semua perkara ini bukanlah bid’ah dalam tinjauan syari’at walaupun dianggap bid’ah dari sisi bahasa. Adapun hukum bid’ah dalam perkara kedunian (secara bahasa) maka tidak termasuk dalam larangan berbuat bid’ah dalam hadits di atas, oleh karena itulah para Shahabat radhiallahu ‘anhum mereka berluas-luasan dalam perkara dunia sesuai dengan maslahat yang dibutuhkan.

2. Perkatan beliau “yang diada-adakan”, yaitu sesungguhnya bid’ah adalah amalan yang tidak mempunyai landasan dalam syari’at yang menunjukkan atasnya sama sekali. Adapun amalan-amalan yang ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syari’at secara umum –walaupun tidak ada dalil tentang amalan itu secara khusus- maka bukanlah bid’ah dalam agama. Misalnya alat-alat tempur modern yang dimaksudkan sebagai persiapan memerangi orang-orang kafir , demikian pula ilmu-ilmu wasilah dalam agama ; seperti ilmu bahasa Arab (Nahwu Shorf dan selainnya) , ilmu tajwid , ilmu mustholahul hadits dan selainnya, demikian pula dengan pengumpulan mushaf di zaman Abu Bakar dan ‘Utsman radhiallahu ‘anhuma . Maka semua perkara ini bukanlah bid’ah karena semuanya masuk ke dalam kaidah-kaidah syari’at secara umum.

3. Perkataan beliau “menyerupai syari’at”, yaitu bahwa bid’ah itu menyerupai cara-cara syari’at padahal hakikatnya tidak demikian, bahkan bid’ah bertolak belakang dengan syari’at dari beberapa sisi:

  • Meletakkan batasan-batasan tanpa dalil, seperti orang yang bernadzar untuk berpuasa dalam keadaan berdiri dan tidak akan duduk atau membatasi diri dengan hanya memakan makanan atau memakai pakaian tertentu.

  • Komitmen dengan kaifiat-kaifiat atau metode-metode tertentu yang tidak ada dalam agama, seperti berdzikir secara berjama’ah, menjadikan hari lahir Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam sebagai hari raya dan yang semisalnya.

  • Komitmen dengan ibadah-ibadah tertentu pada waktu-waktu tertentu yang penentuan hal tersebut tidak ada di dalam syari’at, seperti komitmen untuk berpuasa pada pertengahan bulan Sya’ban dan sholat di malam harinya.

4. Perkataan beliau “dimaksudkan dalam pelaksanaannya untuk berlebih-lebihan dalam menyembah Allah Subhanah”. Ini merupakan kesempurnaan dari definisi bid’ah, karena inilah maksud diadakannya bid’ah. Hal itu karena asal masuknya seseorang ke dalam bid’ah adalah adanya dorongan untuk konsentrasi dalam ibadah dan adanya targhib (motivasi berupa pahala) terhadapnya karena Allah -Ta’ala- berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Maka seakan-akan mubtadi’ (pelaku bid’ah) ini menganggap bahwa inilah maksud yang diinginkan (dengan bid’ahnya) dan tidak belum jelas baginya bahwa apa yang diletakkan oleh pembuat syari’at (Allah dan RasulNya) dalam perkara ini berupa aturan-atiran dan batasan-batasan sudah mencukupi.

B. Dalil-Dalil Akan Tercelanya Bid’ah Serta Akibat Buruk yang Akan Didapatkan Oleh Pelakunya.

1. Bid’ah merupakan sebab perpecahan.

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Itulah yang Dia diwasiatkan kepada kalian agar kalian bertakwa”. (QS. Al-An’am: 153)

Berkata Mujahid rahimahullah dalam menafsirkan makna “jalan-jalan” : “Bid’ah-bid’ah dan syahwat”. (Riwayat Ad-Darimy no. 203)

2. Bid’ah adalah kesesatan dan mengantarkan pelakunya ke dalam Jahannam.

Allah -’Azza wa Jalla- berfirman:

وَعَلَى اللَّهِ قَصْدُ السَّبِيلِ وَمِنْهَا جَائِرٌ وَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ

“Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar).”. (QS. An-Nahl: 9)

Berkata At-Tastury : “’Qosdhus sabil’ adalah jalan sunnah ‘di antaranya ada yang bengkok’ yakni bengkok ke Neraka yaitu agama-agama yang batil dan bid’ah-bid’ah”.

Maka bid’ah mengantarkan para pelakunya ke dalan Neraka, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dalam khutbatul hajah:

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

وَفِي رِوَايَةٍ : وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ

وَفِي رِوَايَةِ النَّسَائِيِّ : وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ


“Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (HSR. Muslim dari Jabir radhiallahu ‘anhuma)


Dalam satu riwayat, “Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah”.


Dan dalam riwayat An-Nasa`iy, “Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan dan semua kesesatan berada dalam Neraka”.

Dan dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah secara marfu’:

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Dan hati-hati kalian dari perkara yang diada-adakan karena setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (HR. Ashhabus Sunan kecuali An-Nasa`iy)

3. Bid’ah itu tertolak atas pelakunya siapapun orangnya.


Allah –’Azza wa Jalla- menegaskan:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali ‘Imran: 85)

Dan bid’ah sama sekali bukan bahagian dari Islam sedikitpun juga, sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits yang sedang kita bahas sekarang.

4. Allah melaknat para pelaku bid’ah dan orang yang melindungi/menolong pelaku bid’ah.

Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam menegaskan:

فَمَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لَا يُقْبَلُ مِنْهُ عَدْلٌ وَلَا صَرْفٌ

“Barangsiapa yang memunculkan/mengamalkan bid’ah atau melindungi pelaku bid’ah, maka atasnya laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia, tidak akan diterima dari tebusan dan tidak pula pemalingan”. (HSR. Bukhary-Muslim dari ‘Ali dan HSR. Muslim dari Anas bin Malik)

5. Para pelaku bid’ah jarang diberikan taufiq untuk bertaubat –nas`alullaha as-salamata wal ‘afiyah-.

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ احْتَجَزَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَهَا


“Sesungguhnya Allah mengahalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai dia meninggalkan bid’ahnya”. (HR. Ath-Thobarony dan Ibnu Abi ‘Ashim dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 1620)

Berkata Syaikh Bin Baz ketika ditanya tentang makna hadits di sela-sela pelajaran beliau mensyarah kitab Fadhlul Islam, “… Maknanya adalah bahwa dia (pelaku bid’ah ini) menganggap baik bid’ahnya dan menganggap dirinya di atas kebenaran, oleh karena itulah kebanyakannya dia mati di atas bid’ah tersebut –wal’iyadzu billah-, karena dia menganggap dirinya benar. Berbeda halnya dengan pelaku maksiat yang dia mengetahui bahwa dirinya salah, lalu dia bertaubat, maka kadang Allah menerima taubatnya”.

6. Para pelaku bid’ah akan menanggung dosanya dan dosa setiap orang yang dia telah sesatkan sampai hari Kiamat –wal’iyadzu billah-.

Allah-Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ

“(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu”. (QS. An-Nahl: 25)

Dan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah bersabda:

وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka atasnya dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dari dosa mereka sedikitpun”. (HSR. Muslim dari Abu Hurairah)"

7. Setiap pelaku bid’ah akan diusir dari telaga Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam.


Beliau Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bersabda:

أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ وَلَيُرْفَعَنَّ مَعِي رِجَالٌ مِنْكُمْ ثُمَّ لَيُخْتَلَجُنَّ دُونِي فَأَقُولُ يَا رَبِّ أَصْحَابِي فَيُقَالُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ

“Saya menunggu kalian di telagaku, akan didatangkan sekelompok orang dari kalian kemudian mereka akan diusir dariku, maka sayapun berkata : “Wahai Tuhanku, (mereka adalah) para shahabatku”, maka dikatakan kepadaku : “Engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan setelah kematianmu”. (HSR. Bukhary-Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu)

8. Para pelaku bid’ah menuduh Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah berkhianat dalam menyampaikan agama karena ternyata masih ada kebaikan yang belum beliau tuntunkan.

Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata -sebagaimana dalam kitab Al-I’tishom (1/64-65) karya Imam Asy-Syathiby rahimahullah-, “Siapa saja yang membuat satu bid’ah dalam Islam yang dia menganggapnya sebagai suatu kebaikan maka sungguh dia telah menyangka bahwa Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah mengkhianati risalah, karena Allah Ta’ala berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا


“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagi kalian”. (QS. Al-Ma`idah: 3)

Maka perkara apa saja yang pada hari itu bukan agama maka pada hari inipun bukan agama”.

9. Dalam bid’ah ada penentangan kepada Al-Qur`an.

Al-Imam Asy-Syaukany rahimahullah berkata dalam kitab Al-Qaulul Mufid fii Adillatil Ijtihad wat Taqlid (hal. 38) setelah menyebutkan ayat dalam surah Al-Ma`idah di atas, “Maka bila Allah telah menyempurnakan agamanya sebelum Dia mewafatkan NabiNya, maka apakah (artinya) pendapat-pendapat ini yang di munculkan oleh para pemikirnya setelah Allah menyempurnakan agamanya?!. Jika pendapat-pendapat (bid’ah ini) bahagian dari agama –menurut keyakinan mereka- maka berarti Allah belum menyempurnakan agamanya kecuali dengan pendapat-pendapat mereka, dan jika pendapat-pendapat ini bukan bahagian dari agama maka apakah faidah dari menyibukkan diri pada suatu perkara yang bukan bahagaian dari agama ?!”.

10. Para pelaku bid’ah akan mendapatkan kehinaan dan kemurkaan dari Allah Ta’ala di dunia.


Allah –’Azza wa Jalla- menegaskan:

إِنَّ الَّذِينَ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ

“Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kedustaan”. (QS. Al-A’raf: 152)

Ayat ini umum, mencakup mereka para penyembah anak sapi dan yang menyerupai mereka dari kalangan ahli bid’ah, karena bid’ah itu seluruhnya adalah kedustaan atas nama Allah Ta’ala, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah.

{Lihat : Mauqif Ahlis Sunnah (1/89-92), Al-I’tishom (1/50-53 dan 61-119) dan Al-Hatstsu ‘ala Ittiba’is Sunnah (25-35)}

Sumber : al-atsariyyah.com


Tag : ,

Hukum Sholat Berjama'ah.

Alhamdulillah dengan nikmat Allah yang telah diberikan kepada kami, sehingga kami masih bisa berbagi artikel dengan sahabat blogger mengenai Hukum Sholat Berjama'ah.

Kita pasti sering dengar dengan pribasan jawa "Sholat sendirian cuma dapet pahala 1 kalo berjama'ah dapet 27 pahala" ya kan ?? pastinya iya, kalo sahabat blogger ini mengaku islam, karena orang tua pasti ngingetin pada kita dengan pribasan tersebut, agar kita mau sholat berjamaah.

nah, saya mau tanya' !!
Sebenarnya apa sih hukumnya sholat berjama'ah ??
jawabannya temukan dalam artikel berikut ini :

Tidak disangsikan lagi permasalahan ibadah merupakan inti ajaran Islam. Syari’at sangat memperhatikan permasalahan ini, karena ia merupakan perwujudan aqidah seseorang. Bahkan Allah Ta’ala menjadikannya sebagai tujuan penciptaan manusia, dalam firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.“ [QS.Adz Dzariyaat :56]
Diantara ibadah yang agung dan penting adalah shalat, karena ia merupakan amalan terbaik seorang hamba, sebagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Artinya: “Beristiqamahlah dan kalian tidak akan mampu istiqamah yang sempurna. Ketahuilah sebaik-baiknya amalan kalian adalah shalat dan tidaklah menjaga wudhu kecuali seorang mukmin.“[1]

Apalagi shalat telah diwajibkan Allah terhadap kaum mukminin, sehingga sudah selayaknya kita memperhatikan permasalahan ini. Tentunya berharap dapat menunaikannya secara sempurna.
Kedudukan Shalat dalam Islam
Shalat tidak diragukan memiliki kedudukan tinggi dalam Islam. Ia adalah rukun kedua dan tiangnya agama. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Artinya: “Pemimpin segala perkara (agama) adalah Islam (syahadatain) dan tiangnya adalah shalat“.[2]

Seluruh syariat para Rasul menganjurkan dan memotivasi umatnya untuk menunaikannya, sebagaimana Allah berfirman menjelaskan do’a Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam :
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

Artinya: “Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Rabb kami, perkenankan do’aku.“ [QS. Ibrahiim :40]

dan Allah Ta’ala mengisahkan Nabi Ismail ‘Alaihissalam :

وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا
Artinya: “Dan ia menyuruh ahlinya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang di ridhoi di sisi Rabbnya.“ [QS.Maryam :55]

Demikian juga menyampaikan berita kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam :

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
Artinya: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Ilah (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.“ [QS.Thaahaa :14]

Nabi Isa ‘Alaihissalam menceritakan nikmat yang beliau peroleh dalam ayat Al Qur’an yang berbunyi:

وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا

Artinya: “Dan dia menjadikan aku seorang yang berbakti di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup” [QS. Maryam :31]

Bahkan Allah Ta’ala mengambil perjanjian Bani Israil untuk menegakkan shalat. Allah Ta’ala berfirman:

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):”Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.“ [QS.Al Baqarah :83]

Demikian juga Allah perintahkan hal itu pada Nabi Muhamad Shallallahu’alaihi Wasallam dalam firman-Nya:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.“ [QS. Thaha:132]

Demikian tingginya kedudukan shalat dalam Islam sampai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjadikannya pembeda antara mukmin dan kafir. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

Artinya: “Perjanjian antara aku dan mereka adalah shalat barang siapa yang meninggalkannya maka telah berbuat kekafiran.“[3]

Memang orang yang meninggalkan shalat akan lebih mudah meninggalkan yang lainnya, kemudian terputuslah hubungannya dari Allah Ta’ala. Abu Bakar Ash Shiddiq menyatakan dalam surat beliau kepada Umar: “Ketahuilah perkara yang paling penting padaku adalah shalat, karena orang yang meninggalkannya akan lebih mudah meninggalkan yang lainnya dan ketahuilah Allah Ta’ala memiliki satu hak di malam hari yang tidak Dia terima di siang hari dan satu hak di siang hari yang tidak diterima di malam hari. Allah tidak menerima amalan sunnah sampai menunaikan kewajiban”.[4]
  • Hukum Shalat Berjama’ah
Shalat berjama’ah disyari’atkan dalam Islam, akan tetapi para ulama berselisih pendapat tentang hukumnya dalam empat pendapat: 

1. Hukumnya fardhu kifayah.
Ini merupakan pendapatnya Imam Syafi’i, Abu Hanifah, jumhur ulama Syafi’iyah mutaqadimin dan banyak ulama Hanafiyah dan Malikiyah.
Al Haafidz Ibnu Hajar berkata: “Zhahirnya nash (perkataan) Syafi’I, shalat berjamaah hukumnya fardhu kifayah. Inilah pendapat jumhur mutaqaddim dari ulama Syafi’iyah dan banyak ulama Hanafiyah serta Malikiyah”[5]. Dalil mereka:
  • Hadits pertama:
Artinya:“Tidaklah ada tiga orang dalam satu perkampungan atau pedalaman tidak ditegakkan pada mereka shalat kecuali Syeithon akan menguasainya. Berjamaahlah kalian, karena srigala hanya memangsa kambing yang sendirian”[6]. As Saaib berkata: “Yang dimaksud berjamaah adalah jamaah dalam shalat.”[7]
  • Hadits kedua:
Artinya: “Kembalilah kepada ahli kalian, lalu tegakkanlah shalat pada mereka serta ajari dan perintahkan mereka (untuk shalat). Shalatlah kalian sebagaiamana kalian melihat aku shalat. Jika telah datang waktu shalat hendaklah salah seorang kalian beradzan dan yang paling tua menjadi imam.“[8]
  • Hadits ketiga:
Artinya: “Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Shalat berjamaah mengungguli shalat sendirian dua puluh tujuh derajat.‘”[9]

2. Dihukumi sebagai syarat sah shalat. Shalat tidak sah tanpa berjama’ah kecuali dengan adanya udzur (hambatan).
Ini pendapat zhahiriyah dan sebagian ulama hadits. Pendapat ini didukung oleh sejumlah ulama diantaranya: Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Aqiil dan Ibnu Abi Musa. Diantara dalil mereka:
  • Hadits pertama:
Artinya: “Barang siapa yang mendengar adzan lalu tidak datang maka tidak ada shalat baginya kecuali karena udzur.“[10]
  • Hadits kedua:
Artinya: “Demi dzat yang jiwaku ada ditanganNya, sungguh aku bertekad meminta dikumpulkan kayu bakar lalu dikeringkan (agar mudah dijadikan kayu bakar). Kemudian aku perintahkan shalat, lalu ada yang beradzan. Kemudian aku perintahkan seseorang untuk mengimami shalat dan aku tidak berjamaah untuk menemui orang-orang (lelaki yang tidak berjama’ah) lalu aku bakar rumah-rumah mereka.”[11]
  • Hadits ketiga:
Artinya: “Seorang buta mendatangi Nabi n dan berkata: “wahai Rasulullah aku tidak mempunyai seorang yang menuntunku ke masjid”. Lalu dia meminta keringanan kepada Rasulullah n sehingga boleh shalat dirumah. Lalu beliau n memberikan keringanan kepadanya. Ketika ia meninggalkan nabi n langsung Rasulullah memanggilnya dan bertyanya: “apakah anda mendengar panggilan adzan shalat? Dia menjawab: “ya”. Lalu beliau berkata: “penuhilah!”.”[12]

3. Hukumnya sunnah muakkad
Ini pendapat madzhab Hanafiyah dan Malikiyah. Imam Ibnu Abdil Barr menisbatkannya kepada kebanyakan ahli fiqih Iraq, Syam dan Hijaaj. Dalil mereka:
  • Hadits pertama:
Artinya: “Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah n bersabda: Shalat berjamaah mengungguli shalat sendirian dua puluh tujuh derajat.“[13]
  • Hadits Kedua:
Artinya:“Sesungguhnya orang yang mendapat pahal paling besar dalam shalat adalah yang paling jauh jalannya kemudian yang lebih jauh. Orang yang menunggu shalat sampai shalat bersama imam lebih besar pahalanya dari orang yang shalat kemudian tidur. Dalam riwayat Abu Kuraib: sampai shalat bersama imam dalam jama’ah.“[14]
Imam Asy Syaukaniy menyatakan setelah membantah pendapat yang mewajibkannya: “Pendapat yang pas dan mendekati kebenaran, shalat jamaah termasuk sunah-sunah yang muakkad. Adapun hukum shalat jama’ah adalah fardhu ‘ain atau kifayah atau syarat sah shalat maka tidak”. Hal ini dikuatkan oleh Shidiq Hasan Khon dan pernyataan beliau: “Adapun hukumnya fardhu, maka dalil-dalil masih dipertentangkan. Akan tetapi disana ada cara ushul fiqh yang mengkompromikan dalil-dalil tersebut, yaitu hadits-hadits keutamaan shalat jama’ah menunjukkan keabsahan shalat sendirian. Hadits-hadits ini cukup banyak, diantaranya :
Orang yang menunggu shalat sampai shalat bersama imam lebih besar pahalanya dari orang yang shalat sendirian kemudian tidur. Hadits ini dalam kitab shohih.
Juga diantaranya hadits orang yang salah shalatnya yang sudah masyhur, dimana Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkannya mengulangi shalat sendirian. Ditambah dengan hadits:
Artinya: “Seandainya ada seorang yang bersedekah kepadanya“[15]
Ketika melihat seorang shalat sendirian. Diantara hadits-hadits yang menguatkan adalah hadits yang mengajarkan rukun islam, karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak memerintahkan orang yang diajarinya untuk tidak shalat kecuali berjama’ah. Padahal beliau mengatakan kepada orang yang menyatakan saya tidak menambah dan menguranginya: (telah beruntung jika benar) dan dalil-dalil lainnya. Semua ini dapat memalingkan sabda beliau Shallallahu’alaihi Wasallam: yang ada pada hadits-hadits yang menunjukan kewajiban berjam’ah kepada peniadaan kesempurnaan bukan keabsahannya”[16]. Pendapat ini dirajihkan As Syaukani dan Shidiq hasan Khon serta Sayyid Saabiq.[17]

4. Hukumnya wajib ain (fardhu ‘ain) dan bukan syarat
Ini pendapat Ibnu Mas’ud, Abu Musa Al Asy’ariy, Atha’ bin Abi Rabbaah, AL Auzaa’iy, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibaan, kebanyakan ulama Hanafiyah dan madzhab Hambali. Dalil mereka:
Firman Allah Ta’ala :

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
Artinya: “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka’at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bershalat,lalu bershalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.“ [QS. An Nisaa':102]

Dalam ayat ini terdapat dalil yang tegas akan kewajiban shalat berjamaah. Shalat jamaah tidak boleh ditinggalkan kecuali dengan udzur seperti ketakutan atau sakit.
Firman Allah Ta’ala:

وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’“.[QS. Al Baqarah :43] ini adalah perintah, kata perintah menunjukkan kewajibannya.

Firman Allah Ta’ala:

فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ رِجَالٌ لا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأبْصَارُ
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat.Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. [QS. Annur :36-37]

Firman Allah Ta’ala:

قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ
Artinya: “Katakanlah:”Rabbku menyuruh menjalankan keadilan”. Dan (katakanlah):”Luruskan muka (diri)mu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta’atanmu kepadaNya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah) kamu akan kembali kepadaNya”“. [QS.Al A'raf :29]

Kedua ayat ini ada kata perintah yang menunjukkan kewajibannya.
Firman Allah Ta’ala:

يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلا يَسْتَطِيعُونَ خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ
Artinya: “Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera.“ [QS. Al Qalam :42-43]

Ibnul Qayyim berkata: “Sisi pendalilannya adalah Allah Ta’ala menghukum mereka pada hari kiamat dengan memberikan penghalang antara mereka dengan sujud ketika diperintahkan untuk sujud. Mereka diperintahkan sujud didunia dan enggan menerimanya. Jika sudah demikian maka menjawab panggilan mendatangi masjid dengan menghadiri jamaah shalat, bukan sekedar melaksanakannya di rumahnya saja”.
Sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam :
Artinya: “Demi dzat yang jiwaku ada ditanganNya, sungguh aku bertekad meminta dikumpulkan kayu bakar lalu dikeringkan (agar mudah dijadikan kayu bakar). Kemudian aku perintahkan shalat, lalu ada yang beradzan. Kemudian aku perintahkan seseorang untuk mengimami shalat dan aku tidak berjamaah untuk menemui orang-orang (lelaki yang tidak berjama’ah) lalu aku bakar rumah-rumah mereka“[18]

Ibnu Hajar dalam menafsirkan hadits ini menyatakan: “Adapun hadits bab (hadits diatas) maka zhahirnya menunjukkan shalat jamaah fardhu ‘ain, karena seandainya hanya sunnah tentu tidak mengancam peninggalnya dengan pembakaran tersebut. Juga tidak mungkin terjadi pada peninggal fardhu kifayah seperti pensyariatan memerangi orang-orang yang meninggalkan fardhu kifayah”[19]. Demikian juga Ibnu Daqiqil’Ied menyatakan: “Ulama yang berpendapat bahwa shalat jamah hukumnya fardhu ‘ain berhujah dengan hadits ini, karena jika dikatakan fardhu kifayah, kewajiban itu dilaksanakan oleh Rasulullah dan orang yang bersamanya dan jika dikatakan sunnah, tentunya tidaklah dibunuh peninggal sunnah. Dengan demikian jelaslah shalat jamaah hukumnya fardhu ‘ain”.[20]
Sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam :
Artinya: “Seorang buta mendatangi Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan berkata: “wahai Rasulullah aku tidak mempunyai seorang yang menuntunku ke masjid”. Lalu dia meminta keringanan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sehingga boleh shalat dirumah. Lalu beliau Shallallahu’alaihi Wasallam memberikan keringanan kepadanya. Ketika ia meninggalkan nabi n langsung Rasulullah memanggilnya dan bertyanya: “apakah anda mendengar panggilan adzan shalat? Dia menjawab: “ya”. Lalu beliau berkata: “penuhilah!”“.[21]

Ibnu Qudamah berkata setelah menyampaikan hujahnya dengan hadits ini: “Jika orang buta yang tidak memiliki orang yang mengantarnya tidak diberi keringanan, maka selainnya lebih lagi”[22]
Sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam :
Artinya: “Tidaklah ada tiga orang dalam satu perkampungan atau pedalaman tidak ditegakkan pada mereka shalat kecuali setan akan menguasainya. Berjamaahlah kalian, karena srigala hanya memangsa kambing yang sendirian” . [23].

Nash-nash ini menunjukkan kewajiban shalat berjama’ah. Pendapat ini dirajihkan oleh Lajnah Daimah lil Buhuts Wal Ifta’ (komite tetap untuk riset dan fatwa Saudi Arabia)[24] dan Syaikh Prof. DR. Sholeh bin Ghanim As Sadlaan dalam kitabnya “Shalatul Jama’ah“[25] serta sejumlah ulama lainnya. Wallahu a’lam
[1] Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah, kitab Thaharoh Wa Sunanuha, bab Al Muhafadzah Alal Wudhu No. 253, Ahmad dalam Musnad-nya No. 21400 dan 21344 dan Ad Darimi dalam Sunan-nya, kitab Thaharah, bab Ma Ja’a fith Thuhur No.653.
[2] Diriwayatkan oleh At Tirmidzi dalam Sunan-nya, kitab Al Iman bir Rasulillah Shallallahu’alaihi Wasallam no. 3541 dan Ahmad dalam Musnad-nya no. 21054, At Tirmidzi berkata: “Ini hadits hasan shahih”.
[3] Diriwayatkan oleh At Tirmidzi dalam Jami’-nya (Sunan-nya), kitab Iman Bir Rasulillah N Bab Ma Ja’a Fi Tarki Shalat no. 2545 dan An Nasa’I dalam Sunan-nya kitab Shalat, bab Al Hukmu Fi Taarikis Shalat no. 459. dengan sanad yang shahih.
[4] Dinukil oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa 22/40.
[5] Fathul Baari 2/26.
[6] Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya, kitab Ash Shalat, bab At Tasydiid Fi Tarkil Jama‘ah no.460, An Nasa’i dalam Sunan-nya, kitab Al Imaamah, bab At Tasydiid Fi Tarkil Jama’ah no.738 dan Ahmad dalam Musnad-nya no. 26242.
[7] Lihat penukilan Abu Dawud setelah menyampaikan hadits di atas.
[8] Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al Adzaan, Bab Al Adzaan Lil Musaafir Idza Kaanu Jama’atan Wal Iqamah Kadzaalik no. 595 dan Muslim dalam Shahih-nya kitab Al Masaajid Wa Mawaadhi’ Ash Shalat, bab Man Ahaqu Bil Imamah no. 1080.
[9] Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya kitab Al Adzaan, Bab Fadhlu Shalatul Jama’ah no. 609.
[10] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya, kitab Al Masaajid Wal Jama’ah, bab At Taghlidz Fi Attakhalluf ‘Anil Jama’ah no. 785. hadits ini dishahihkan Al Albani dalam Shahih sunan Ibni Maajah no. 631.
[11] Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya kitab Al Adzaan, bab Wujubu Shalatil Jama’ah no. 608 dan Muslim dalam Shahih-nya kitab Al Masaajid Wa Mawaadhi’ shalat, bab Fadhlu Shalatil Jamaah Wa Bayaani Attasydiid Fit Takhalluf ‘Anha no. 1041.
[12] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya kitab Al Masaajid Wa Mawaadhi’ Shalat, bab Yajibu Ityanul Masjid ‘Ala Man Sami’a Annida’ no. 1044.
[13] Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya kitab Al Adzaan, Bab Fadhlu Shalatul Jama’ah no. 609.
[14] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya kitab Al Masaajid Wa Mawaadhi’ Shalat, bab Fadhlu Katsrotil Khutha Ilal Masaajid, no.1064.
[15] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya no. 11380.
[16] Raudhatun Nadiyah Syarah Durarul Bahiyah 1/306.
[17] Fiqhus Sunnah 1/248
[18] Diriwayatkan oleh Bukhori dalam shohihnya kitab Al Adzaan, bab Wujubu Shalatil Jama’ah no. 608 dan Muslim dalam Shohih-nya kitab Al Masaajid Wa Mawaadhi’ Shalat, bab Fadhlu Shalatil Jamaah Wa Bayaani Attasydiid Fit Takhalluf ‘Anha no. 1041.
[19] Fathul Baari 2/125
[20] Ihkamul Ahkaam 1/124.
[21] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya kitab Al Masaajid Wa Mawaadhi’ Shalat, bab Yajibu Ityanul Masjid ‘Ala Man Sami’a Annida’ no. 1044.
[22] Al Mughni 3/6.
[23] Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya, kitab Ash Shalat, bab At Tasydiid Fi Tarkil Jamaah no.460, An Nasa’I dalam Sunan-nya, kitab Al Imaamah, bab At Tasydiid Fi Tarkil Jama’ah no.738 dan Ahmad dalam Musnad-nya no. 26242.
[24] Fatawa Lajnah Daimah 7/283.
[25] Shalatul Jama’ah, Hal. 72


Tag : ,

- Copyright © Laskar Maya - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -